JAKARTA – Beberapa vendor teknologi optimistis pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak menganggu kinerja perusahaan secara keseluruhan. Menurut mereka walaupun terjadi sedikit perlambatan penjualan, bisnis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia akan tetap bertumbuh signifikan.
Salah satu perusahaan distributor TI, bahkan menargetkan pertumbuhan hingga lima kali lipat tahun ini. Yakni PT Helios Informatika Nusantara, perusahaan penyedia solusi infrastruktur TI dan juga anak usaha PT Computrade Technology International atau CTI Group.
Deddy Sudja, Presiden Direktur Helios, mengatakan untuk mencapai target pertumbuhan lima kali lipat tersebut, perusahaan akan memperluas strategi pemasaran Helios selama ini, yakni meningkatkan kompetensi, memperluas cakupan wilayah, serta meningkatkan layanan.
Helios adalah value-added distributor untuk solusi infrastruktur TI yang baru berdiri April 2014 lalu. Sebagai perusahaan yang belum lama berdiri, Helios terbilang cukup agresif berekspansi.
Pada kuartal I 2015, perusahaan telah menjadi distributor Hewlett-Packard (HP) Enterprise. Pada waktu bersamaan, Helios secara resmi ditunjuk menjadi distributor Lexmark serta telah membuka kantor cabang di Surabaya, Jawa Timur. Selain itu, Helios menambah portofolio bisnisnya dengan menjadi distributor Aruba Networks, yakni sebagai vendor produk alat jaringan wireless di kuartal II 2015.
“Guna membangun technical competency perseroan, kami telah membangun Helios mini showcase di technology center CTI di Jakarta dengan investasi berkisar Rp 2,5 miliar,” kata Deddy.
Mini showcase tersebut dapat diakses dari mana saja sehingga untuk saat ini kami belum berencana untuk membuka Helios mini showcase yang baru. Dari segi layanan, perseroan memberikan layanan teknis dan penyediaan sparepart HP dalam waktu enam jam.
Sepanjang semester I 2015, Helios telah berkontribusi sebesar 10%-15% kepada CTI Group. Sementara itu, CTI Group sendiri sebagai induk usaha menargetkan pendapatan usaha tahun ini menjadi Rp 2 triliun, atau tumbuh 5,26% dari Rp 1,9 triliun pada tahun lalu. Sementara di tahun lalu bisnis CTI Group masih tumbuh 12%.
Harry Surjanto, Presiden Direktur CTI Group, sebelumnya mengatakan target perseroan ini dicanangkan, setelah melihat perkembangan bisnis information and communication technology (ICT) yang signifikan di Indonesia pada tahun lalu. “Dengan kondisi perekonomian yang terjadi, kami optimis masih tetap tumbuh tahun ini,” kata dia.
Guna mencapai target tersebut, perseroan telah menyiapkan berbagai strategi, seperti penambahan portofolio produk, ekspansi ke pasar luar negeri di Asia Tenggara (ASEAN), dan edukasi pasar. Hingga kini perseroan mendistribusikan 38 merek produk antara lain Lenovo, IBM, EMC, VMware, Google, Huawei, dan lain-lain.
Perlambatan
Lucky Gani, Business Group Head, Windows Division, Microsoft Indonesia, mengatakan tantangan pelemahan rupiah tidak hanya terjadi di industri TI saja tetapi terjadi di semua lini industri. Namun, Microsoft juga optimistis masih bisa bertumbuh tahun ini, melalui kerja sama antara Microsoft, vendor komputer, serta distributor, untuk memasarkan produk-produk berbasis Windows 10.
“semua tertekan di semua lini, baik untuk consumer TI maupun enterprise. Tapi yang kami sajikan adalah keekonomisan dengan Windows 10. Terutama untuk enterprise,” kata Lucky.
Menurut dia, dalam Windows 10 Enterprise sudah termaktub aneka fitur tambahan yang mahal bila dibeli terpisah oleh perusahaan. Misal antivirus, locker, enterprise protection, Windows Store for Business dan sebagainya.
Lucky tidak mengatakan akan adanya kenaikan harga produk TI akibat pelemahan rupiah. Menurut dia, di Microsoft sendiri mengambil harga yang disesuaikan dengan harga global dan harga emerging market, selain itu adanya adjustment harga juga ditentukan oleh pabrikan komputer dan distributor masing-masing.
Sebelumnya Setyo Handoyo, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Teknologi Informasi Indonesia, mengatakan penguatan nilai tukar dolar terhadap rupiah otomatis membuat lesu pasar produk TI, sebab terjadi penahanan pembelian secara signifikan. Kenaikan nilai tukar dolar membuat vendor produk TI terpaksa melakukan kenaikan harga jual produk TI sebesar 5,5%-10% tergantung hedging yang dilakukan.
“Kerugian penjualan terjadi karena pembelian produk dalam bentuk dolar, sementara penjualan dalam rupiah. Jika vendor menaikkan harga, ada kemungkinan produk itu menjadi tidak laku. Di sisi lain terdapat stok produk lama yang harganya tidak ikut naik,” kata Setyo.
Menurut Setyo, vendor produk TI global akan memiliki kerugian lebih kecil dibanding vendor produk TI lokal. Sebab vendor TI global mempunyai pasar di banyak negara. Artinya, jika di Indonesia merugi akibat pelemahan kurs rupiah, maka di negara lain pasti untung akibat kenaikan kurs. Sedangkan vendor TI lokal hanya punya pasar di Indonesia, sehingga dampak penurunannya lebih besar.
Meskipun begitu, Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) sebelumnya memprediksi pasar produk komputer di Indonesia pada tahun ini diperkirakan tetap tumbuh meski tidak signifikan. Di 2014, penjualan komputer diperkirakan mencapai 7,46 juta unit atau senilai US$ 3,18 miliar. (*)
Source : http://www.ift.co.id/posts/rupiah-melemah-vendor-ti-masih-optimistis-bertumbuh